Reshuffle, mengobati Diabetes dengan obat koreng

10 Oktober 2011

Di negeri ini, seringkali kita menemui seseorang memiliki kebiasaan melihat penyebab masalah ada diluar dirinya ketimbang melakukan introspeksi kepada diri sendiri.

Saya gak begitu yakin apakah kebiasaan ini manusiawi atau suatu produk kebudayaan.

Namun kalau hal tersebut manusiawi dan bersifat general, kenapa dinegara tertentu kondisinya agak berbeda. Di Jepang misalnya, bukan hal yang sulit kita temui mundurnya seorang pejabat publik hanya karena bawahannya melakukan kesalahan fatal sehingga sang pejabat siap mempertanggung jawabkan kesalahan tersebut.

Tentu masih segar diingatan kita bagaimana seorang Banri Kaieda, yang bertanggung jawab terhadap instalasi Nuklir di Jepang mengundurkan diri akibat

ketidakmampuan menahan radiasi nuklir karena hantaman badai Tsunami. Kalau dipikir (ala Indonesia) bukankah kejadian bencana alam tersebut bukan kesalahan sipejabat ?

Mari kita bandingkan dengan kondisi para pejabat di Indonesia.

Baru saja tadi pagi, sembari sarapan saya menyaksikan berita tentang banyaknya korban tewas yang berjatuhan karena ditabrak armada Trans Jakarta. Pada sesi wawancara, sambil tersenyum jumawa, seorang pejabat yang bertangung jawab langsung dalam mengelola trans jakarta mengatakan ; “,,itu jelas kesalahan para sopir yang ugal ugalan Dikami sudah jelas aturannya bahwa kecepatan maksimal trans jakarta adalah 50 KM / jam…”….dan wawancara pun selesai…!! Si pejabat sudah merasa menjawab permasalahan…dan si wartawan yang mewawancaraipun sudah tidak melihat ada masalah lagi…! hmm…!! Bahkan mungkin sebahagian dari anda pembacapun mengatakan ..” ..so…, apa masalahnya..?..” si pejabat sudah betul..dia sudah membuat aturan tentang 50 Km / jam itu.., dan tanggung jawabnya selesai.

Budaya “melihat keluar” di rakyat negara ini memang sudah parah. Padahal konon satu jari kita menunjuk keorang lain, sementara empat jari lagi menghujam kediri kita.

Tapi ada pula budaya yang mengatakan..” satu jempol mempersilahkan orang lain untuk mengambil sesuatu.., namun sebenarnya empat jari lagi kita simpan untuk kepentingan diri kita sendiri.., he..he.

Para pembaca yang budiman.

Suatu saat saya pernah membaca sebuah artikel yang membahas tentang, apakah kondisi menyalahkan orang lain ini ada hubungannya dengan kebiasaan seorang ibu memukul kursi ketika anak kecil nya terjatuh ? (dan nampaknya andapun pernah melakukannya juga ?)

Kalau kondisi “memukul kursi” itu ada hubungannya, mari kita tanyakan pada orang tua presiden kita apakah kebiasaan memukul kursi ini juga beliau biasa lakukan ?

Bukannya memperbaiki style kepemimpinan yang serba peragu sebagai sumber dari ketidak pastian haluan kepemimpinanya, malah sang presiden melakukan tambal sulam terhadap para pembantunya.

Pemandangan berita sehari hari menunjukkan kelemahan karakter sang pemimpin juga dimanfa’atkan para partai “koalisi” nya (ingat koalisi yang dalam tanda petik) dengan mudah semena mena mengatur dan menyandera sang presiden ? padahal konon kabarnya sang presiden sudah mengantongi 62 % mandat rakyat. Angka yang fantastis mengingat jumlah rakyat Indonesia dan keberagamannya.

Efektifkah reshuffle kabinet ?

Mengobati diabet atau bahkan kanker pankreas dengan mengoles obat koreng pada kaki dan tangan yang mulai membusuk, efektif kah..?

==== Sekian ====

Penulis, seorang psikolog berdomisili di east Borneo (sebuah pulau terbesar dan terkaya yang penduduknya masih kesulitan listrik dan air bersih).

Tulisan ini juga di share di :
http://politik.kompasiana.com/2011/10/10/reshuffle-mengobati-diabetes-dengan-obat-koreng/


Anggota Dewan & Pengangguran

7 Agustus 2009

Suatu hari ba’da Asyar, terjadi obrolan ringan beberapa karyawan yang sambil sibuk memasang dan mengikat tali sepatu diberanda Musholla.

A : Wah saya salut sama teman teman seangkatan kuliah dulu, beberapa orang sekarang sedang terpampang photo photo mereka dibeberapa baliho sudut kota sebagai calon legislatif alias anggota dewan.

B : Ah…biasa saja, bukankah pemandangan tersebut sudah lumrah menjelang pemilu seperti ini ?

A : Memang lumrah, tapi kalau mengingat siapa mereka dulu ketika masih jadi mahasiswa, hmm…menjadi menarik dan agak tidak lumrah.

B : Emang ada apa dengan mereka ketika jaman masih jadi mahasiswa dulu ?

A : He..he..sebenarnya gak enak juga nih jadi membicarakan kejelekan orang lain. Apalagi itukan dulu…mudah mudahan saat ini sudah pada berubah..!

C : Ah…bikin penasaran aja…, ceritain aja…emang kenapa dulu dengan mereka ? (seorang C ikutan nimbrung dalam obrolan tersebut, beberapa orang yang lain pun menunggu dengan seksama cerita A lebih lanjut)

A : Saya gak ngerti, apa ini kebetulan apa sudah trend nya, 3 orang teman seangkatan saya yang saat ini duduk sebagai anggota dewan dan akan mencalonkan lagi tahun depan, merupakan para mahasiswa yang dulunya tukang mabuk dibawah pohon rindang disudut belakang kampus. Rata rata dari mereka adalah bukan mahasiswa yang berprestasi, bahkan mahasiswa yang mendapatkan peringatan dead line dari kampus dan akan drop out alias DO.

B : Hmm..begitu ya ?

A : Iya.., bahkan ketika lulus sebagai sarjana pun mereka mereka itu pada kesulitan mencari kerja…, eh..sekarang justru menjadi anggota dewan yang “terhormat.”.

C : Pasti ada sesuatu yang istimewa dari mereka, sehingga berhasil menjadi wakil rakyat.

A : Setahu saya, mereka memang pandai bicara..apalagi kalau pas lagi mabuk…haa…haa..haa…(terdengar gelak tawa pecah dari beberapa orang yang sedang berada didepan beranda Musholla).

B : Selain itu menurut saya, yang dibutuhkan seseorang untuk maju sebagai caleg adalah : tekat besar, percaya diri, buang jauh jauh rasa minder dan malu, berani menghalalkan banyak cara termasuk omong besar dan membual janji janji. Nampaknya hal hal tersebut juga ada pada mereka…..hi…hi…..!!

C : Ada fenomena lain lho pada Caleg di kota kita ini…!

A : Apa itu ?

C : Kalian kenal kan dengan si Z & si Y kawan kita yang dari divisi X itu ?

B : Ya..ya…kenal…., emang kenapa dengan mereka ?

C : Lho kalian gak tau ya.., kalau mereka berdua saat ini jadi caleg ?

A : O…gitu ya..? lalu apa hubungannya dengan fenomena lain yang kau maksud ?

C : Kalian tau sendirilah bagaimana kinerja mereka selama ini di perusahaan. Menurut data HRD mereka berdua itu kan tergolong kategori “problem employee” alias karyawan bermasalah yang kinerjanya amburadul. Nah…disinilah letak fenomena menarik itu. Apakah memang anggota dewan itu tempatnya orang orang bermasalah ? Dimana pada kesulitan mencari kerja dan menjadi karyawan bermasalah, lalu banting haluan menjadi caleg.

B : He…he…bisa aja sampeyan itu. Mudah mudahan gak begitu lah…! Mungkin saja bakat mereka itu sebagai politikus, sehingga justru akan lebih sukses dan menunjukkan kinerja yang maksimal sebagai anggota dewan nantinya.

Amiinn……., terdengar serentak suara para karyawan tersebut…sambil meninggalkan beranda Musholla.


Mematahkan Dominasi SBY

22 April 2009

Sejak hari pertama pemilihan legislatif hingga tulisan ini dibuat (2 minggu sesudahnya), dominasi partai Demokrat masih menguasai perolehan suara teratas. Angka 20 % nasional tetap tak bergerak turun.

Secara logika dan banyak fakta dilapangan, jumlah pemilih partai Demokrat tersebut bisa dikatakan merupakan cerminan angka minimal bagi SBY pada pemilihan Capres yang akan datang. Karena dapat disinyalir setiap pemilih Demokrat sudah tentu lebih banyak dilatarbelakangi oleh “sihir” kharisma SBY (mengenai “Sihir” kharisma SBY ini sudah penulis tuangkan dalam tulisan sebelumnya). Karena kecil kemungkinan para pemilih yang 20 % itu, memilih demokrat karena tertarik oleh kualitas para calegnya, apalagi (boro boro) karena hebatnya visi partai. Dengan demikian hampir sudah dapat dipastikan bahwa ketika pilpres nantinya mereka yang 20 % tersebut juga akan memilih SBY (bahkan mungkin mereka sudah tidak terlalu perduli siapa pasangan wapresnya), “mpokoknya SBY….!”. Baca entri selengkapnya »


PILGUB KalTim, adakah harapan ?

2 April 2008

PILGUB KalTim, adakah harapan ?

Kini Indonesia telah memberlakukan sistem pemilihan langsung terhadap kepala pemerintahannya. Mulai dari pemilihan presiden, gubernur, walikota hingga pemilihan bupati. Tak terkecuali di propinsi Kalimantan Timur, saat tulisan ini dibuat telah ramai persiapan persiapan untuk “pesta demokrasi” tersebut. Baca entri selengkapnya »