Reshuffle, mengobati Diabetes dengan obat koreng

Di negeri ini, seringkali kita menemui seseorang memiliki kebiasaan melihat penyebab masalah ada diluar dirinya ketimbang melakukan introspeksi kepada diri sendiri.

Saya gak begitu yakin apakah kebiasaan ini manusiawi atau suatu produk kebudayaan.

Namun kalau hal tersebut manusiawi dan bersifat general, kenapa dinegara tertentu kondisinya agak berbeda. Di Jepang misalnya, bukan hal yang sulit kita temui mundurnya seorang pejabat publik hanya karena bawahannya melakukan kesalahan fatal sehingga sang pejabat siap mempertanggung jawabkan kesalahan tersebut.

Tentu masih segar diingatan kita bagaimana seorang Banri Kaieda, yang bertanggung jawab terhadap instalasi Nuklir di Jepang mengundurkan diri akibat

ketidakmampuan menahan radiasi nuklir karena hantaman badai Tsunami. Kalau dipikir (ala Indonesia) bukankah kejadian bencana alam tersebut bukan kesalahan sipejabat ?

Mari kita bandingkan dengan kondisi para pejabat di Indonesia.

Baru saja tadi pagi, sembari sarapan saya menyaksikan berita tentang banyaknya korban tewas yang berjatuhan karena ditabrak armada Trans Jakarta. Pada sesi wawancara, sambil tersenyum jumawa, seorang pejabat yang bertangung jawab langsung dalam mengelola trans jakarta mengatakan ; “,,itu jelas kesalahan para sopir yang ugal ugalan Dikami sudah jelas aturannya bahwa kecepatan maksimal trans jakarta adalah 50 KM / jam…”….dan wawancara pun selesai…!! Si pejabat sudah merasa menjawab permasalahan…dan si wartawan yang mewawancaraipun sudah tidak melihat ada masalah lagi…! hmm…!! Bahkan mungkin sebahagian dari anda pembacapun mengatakan ..” ..so…, apa masalahnya..?..” si pejabat sudah betul..dia sudah membuat aturan tentang 50 Km / jam itu.., dan tanggung jawabnya selesai.

Budaya “melihat keluar” di rakyat negara ini memang sudah parah. Padahal konon satu jari kita menunjuk keorang lain, sementara empat jari lagi menghujam kediri kita.

Tapi ada pula budaya yang mengatakan..” satu jempol mempersilahkan orang lain untuk mengambil sesuatu.., namun sebenarnya empat jari lagi kita simpan untuk kepentingan diri kita sendiri.., he..he.

Para pembaca yang budiman.

Suatu saat saya pernah membaca sebuah artikel yang membahas tentang, apakah kondisi menyalahkan orang lain ini ada hubungannya dengan kebiasaan seorang ibu memukul kursi ketika anak kecil nya terjatuh ? (dan nampaknya andapun pernah melakukannya juga ?)

Kalau kondisi “memukul kursi” itu ada hubungannya, mari kita tanyakan pada orang tua presiden kita apakah kebiasaan memukul kursi ini juga beliau biasa lakukan ?

Bukannya memperbaiki style kepemimpinan yang serba peragu sebagai sumber dari ketidak pastian haluan kepemimpinanya, malah sang presiden melakukan tambal sulam terhadap para pembantunya.

Pemandangan berita sehari hari menunjukkan kelemahan karakter sang pemimpin juga dimanfa’atkan para partai “koalisi” nya (ingat koalisi yang dalam tanda petik) dengan mudah semena mena mengatur dan menyandera sang presiden ? padahal konon kabarnya sang presiden sudah mengantongi 62 % mandat rakyat. Angka yang fantastis mengingat jumlah rakyat Indonesia dan keberagamannya.

Efektifkah reshuffle kabinet ?

Mengobati diabet atau bahkan kanker pankreas dengan mengoles obat koreng pada kaki dan tangan yang mulai membusuk, efektif kah..?

==== Sekian ====

Penulis, seorang psikolog berdomisili di east Borneo (sebuah pulau terbesar dan terkaya yang penduduknya masih kesulitan listrik dan air bersih).

Tulisan ini juga di share di :
http://politik.kompasiana.com/2011/10/10/reshuffle-mengobati-diabetes-dengan-obat-koreng/

Tinggalkan komentar