Agama Hafalan

Ngelmu, Ngalim dan Ngulama
by Mbah Dipo

Ilmu adalah bahasa arab. Lidah wong jowo paling susah ngucap hurup ‘ain.
Biasanya dibaca menjadi ngain. Maka jadilah masup dalam basa jawa menjadi
ngelmu. Sedangkan ngelmu itu sendiri secara gathuk enthuk diartikan sebagai
‘aNGEL tineMU’ atau susah didapat. Karena syarat untuk mendapatkannya memang
cukup berat.

Dalam ajaran agama, ngelmu terdiri dari dua bagian, yakni data/informasi dan
aplikasi. Kedua-duanya harus ada jika mau disebut alim atau orang berilmu.
Sedangkan bentuk jamak dari alim adalah ulama. Maka ulama adalah orang-orang
yang memiliki pengetahuan, informasi, atau teori serta mau mengamalkannya.

Iblis tidak masup dalem katagori alim, walopun dia memiliki banyak ilmu.
Mengapa? Karena dia hanya menguasai satu bagian saja, yakni ‘data/informasi’.
Sedangkan aplikasi dia gak punya. Informasi dan aplikasi ini seringkali
dibahasaken dengan istilah lain, yaitu teori dan praktek.

Jika sampeyan melihat atau mendengar seseorang lulusan Universitas Madinah
dengan gelar ‘Lc’ (sampe sekarang kepanjangannya simbah gak tahu), maka
jelas dia adalah orang yang menguasai informasi di bidangnya. Tapi tentang
aplikasinya mbuhraruh. Jadi apakah orang bertitel Lc itu pasti alim?? Belum
tentu. Yang jelas dia lebih ‘tahu’ perihal apa yang menjadi bidang
kajiannya. Ha wong genah bertahun-tahun dia mbaca buku-buku tentang bidang
tersebut, sekian SKS dia lahap, dan sekian ujian dia lewati. Tentu saja tiap
kali mau ujian dia ngapalken materinya, ngulang-ulang teorinya sampai
nglothok di utek.

Sayangnya saat ini kriteria alim wal ulama ini hanya menyandarkan pada
penguasaan data/informasi. Makin banyak hapal ayat dan hadits sudah
dikategorikan ulama. Padahal hapalan hanyalah bagian kecil saja dari ilmu.
Karena ini menjadi pokok, maka orang menilai ilmu hanya dari ukuran
kemampuan seseorang menguasai informasi. Makin hebat otaknya menyimpan data,
makin dianggep alim lah dia.

Padahal kalo dalam hal menyimpan dan mengolah data/informasi, otak manusia
telah berhasil menciptakan alat penyimpan data/informasi yang lebih hebat
dari otak manusia itu sendiri. Sekarang sudah ada software yang bisa
menyimpan ratusan bahkan ribuan kitab dalam satu keping disk kecil. Kita
hanya tinggal masupin keywords, lalu klik search. ketemu sudah lokasi ayat,
hadits dan keterangannya, bahkan alamat dan judul kitabnya komplit.

Kalo penguasaan data/informasi ini menjadi pokok dalam menentukan kriteria
alimnya seseorang, maka jelas disk kecil tadi adalah yang paling alim. Maka
untuk ini Allah memberikan penjelasan (lihat surat Jumuah), bahwa seseorang
yang menguasai sekian data dan informasi baik itu tentang Al Qur’an, Hadits
berikut ilmu alatnya namun miskin aplikasi, maka itu ibarat keledai yang
kesono kemari sibuk manggul kitab. Kitabnya ratusan, tapi si pemanggul tetap
saja bodoh dan tetep saja keledai, tidak lantas menjadi ngalim.

Sayangnya model ngalim ngulama yang seperti keledai itulah yang sekarang
lebih banyak ditahbiskan menjadi panutan masyarakat. Hanya seorang penguasa
data dan informasi yang miskin aplikasi. Sedangkan masyarakat yang sudah
giat beramal, hanya karena tidak bisa menyebutkan ayat berapa dan di surat
berapa dia mengamalkan amalannya itu dianggap sesat, beramal tanpa ilmu dan
dicap bidah. Dalam otaknya yang mampu menampung gigabyte data itu
menganggap, bahwa semua otak kemampuan hapalannya seperti dan -harus
seperti- dia. Kali aja dia terlalu sibuk tinggal di kalangan ‘alim kibarul
ulama, masyaikh yang mukarrom, sehingga miturut dia, semua manusia harus
menjadi seperti mereka kemampuan otaknya.

Lha simbah pernah ketanggor ngajar embah-embah yang sudah mambu lemah, yang
waktu itu baru terbuka hidayahnya mau latihan sholat. Ngajari basmalah saja
sampe bibir ndower wal meniren. Bolak-balik diajari tetep saja yang terucap
bukan ‘bismillah’, namun dengan pasih yang terucap adalah ‘semilah’. Belum
lagi ucapan hamdalah jadi ‘ngalkamdulillah’. Belum lagi latihan duduk
tahiyat akhir, lha balung tuwekan disuruh nekuk-nekuk. weh simbah malah mau
dipancal.

Beberapa orang memiliki keterbatasan dalam hal menyimpan data informasi di
otaknya. Ada yang dalam hitungan gigabytes, tapi ada juga yang cuma
kilobytes. Tapi kalo memang amalannya jos gandos, bener dan syar’i, ya gak
usahlah mereka dipaksa harus menguasai bagian ilmu yang berupa
data/informasi. Cukup data/informasi sederhana, namun aplikasinya sempurna.
Itu lebih mantabh dan apdhol daripada data/informasinya top markotob, tapi
aplikasinya bed markebed alias jelek wal jeblok.

Terus terang, saat ini sudah terlalu banyak ngulama kelas penguasa
data/informasi ini. Bukannya gak perlu, tetep perlu. Karena data/informasi
itu mendahului aplikasi. Tapi kalo lantas semuanya miskin aplikasi, gak ada
amal nyata, itu malah cuma bikin mual muntah saja karena jenuhnya. Terus
terang juga. dengan menulis postingan ini simbah juga baru pinter ngolah
data/informasi. Sampeyan sama sekali belum melihat aplikasi disini.
Mangkanya, biar dunia ini tidak makin sumpeg dijejali ngulama kelas keledai.
marilah kita ngamal sholeh bareng-bareng.!!

11 Responses to Agama Hafalan

  1. Agus berkata:

    Betul apa kata mbah… Wong sekarang ini, Banyak orang Pinter, tapi keblinger. Tapi mbah kan tetap setuju yaa
    kalo belajar itu tetap menjadi Kewajiban setiap muslim
    Minal mahdi ila Lahdzi..?

  2. Yopie doank berkata:

    nahh.. perlu dijelasken lagi nih belajar ilmu atau belajar ngelmu kata simbah kan itu dua hal yang beda
    jangan sampe kita jadi Hardisk berjalan
    ada pepatah kuno mengatakan : SATU ORANG TOLOL BISA LEBIH BANYAK BERTANYA DARI YANG BISA DIJAWAB 100 ORANG BIJAKSANA,

  3. usman hasan berkata:

    terima kasih dengan ulasannya.
    saya termasuk yang tak padat dalam hafalan. yg salah hafal hanya ayat pendek saja. itu pun nggak karuan-karuan
    tapi saya akan bersuaha mengamalkan walau hanya tahu alfatihah
    salam dan semga mbah sehat selalu

  4. akungtama berkata:

    mbah simbah artikelmu top tenan.aku ampe sakit perut ketawa pas sampyan ngajari wong tuwek.setujuuuuuuu

  5. Harsut berkata:

    Ia mbah ane jadi termotivasi atas artikel iki matur newun alis sukron!

  6. Solich berkata:

    uraian yg sangat mengena mbah…….
    ijin share ya mbah….makasih sebelumnya…..

  7. Muchlis berkata:

    Aduh… ngrasa malu niih…! bner jg itu bos…

  8. Judhianto berkata:

    Dalam agama hafalan, do’a menjadi mantra, tuhan hanyalah vending machine. Mampir di tulisan saya:
    Harry Potter, Mantra Mujarrobat

  9. Jacko M berkata:

    Benar sekali mbah. . . . . .sekarang ini banyak sekali orang yang “berilmu Agama”, tapi sedikit yang “Beragama”.Bahkan begitu menjamurnya Da’i dengan Dakwah bil lisan, tapi sedikit yang Dakwah bil hal. Matur nuwun pencerahannya mbah. Nuwun.

  10. pilot berkata:

    matur suwun mbah,,,,atiku jadi padang deger penjelasanya,,,,sucses

  11. Maxgrosir berkata:

    aminn,, mari mari saya juga mau ikut untuk beramal sholeh,

Tinggalkan komentar